Wednesday, October 2, 2013

Psikologi Sastra


A.    Hakikat Novel Sebagai Karya Sastra
Novel merupakan karya sastra yang memiliki ciri khas yang berbeda dengan karya sastra lainnya. Novel diartikan sebagai prosa naratif yang bersifat imajiner, namun masuk akal dan mengandung kebenaran yang mendramatisasikan hubungan antar manusia. Dalam novel, pengarang dapat mengemukakan sesuatu secara bebas dan melibatkan permasalahan yang kompleks, termasuk juga unsur cerita yang membangun novel.
Sebagai salah satu jenis sastra, novel dibentuk oleh unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur-unsur formal yang membangun sebuah karya sastra dari dalam secara inheren. Unsur-unsur tersebut adalah tema, plot, amanat, perwatakan, latar, dan pusat pengisahan atau sudut pandang. Unsur ekstrinsik adalah unsur yang berada di luar teks yang berpengaruh terhadap teks itu sendiri. Unsur-unsur tersebut antara lain psikologi, sosiologi, filsafat, postmodernisme dan biografi pengarang.
B.     Psikologi Dalam Sastra
Pendekatan psikologi dalam studi sastra adalah suatu pendekatan yang berlandaskan pada teori-teori psikologi (Hardjana, 1995: 95). Pengaruh dari ilmu kemasyarakatan dan psikologi dalam studi sastra, mengakibatkan munculnya dua pendekatan baru, yatiu: 1) pendekatan sosiologi yang memanfaatkan teori sosiologi, dan 2) pendekatan psikologi yang memanfaatkan ilmu psikologi, termasuk di dalamnya pendekatan mitos (Hardjana, 1995: 59).
Pendekatan psikologi dalam karya sastra adalah pendekatan penelaahan sastra yang menekankan pada segi-segi psikologis yang terdapat dalam suatu karya sastra. Wellek dan Warren (1989: 90) menjelaskan tentang masuknya psikologi dalam bidang kritik sastra malalui empat pendekatan, yaitu: 1) pendekatan psikologi terhadap proses penciptaan sastra, 2) pendekatan psikologi terhadap pengarangnya, 3) pendekatan psikologi terhadap ajaran atau kaidah yang ditimba dari karya sasra, 4) pendekatan psikologi terhadap pengaruh karya sastra bagi pembacanya. Dengan menggunakan pengetahuan psikologi, maka penganalisian tokoh-tokoh dalam novel bisa disesuaikan dengan apa yang diketahui tentang aspek-aspek kejiwaan manusia. Manfaat lain psikologi dalam karya sastra terutama bagipara sastrawan adalah pengetahuan tentang psikologi yang dimilikinya akan mendorong kesungguhan dalam menguraikan gambaran watak dan mendorong mereka untuk lebih cermat dalam menggambarkan pergolakan jiwa tokoh-tokoh cerita mereka.
C.    Teori Psikologi
Ilmu psikologi dibedakan menjadi psikologi umum dan psikologi khusus. Psikologi umum adalah psikologi yang mempelajari dan menyelidiki kegiatan atau aktifitas psikis manusia pada umumnya, yang dewasa, yang normal, dan yang beradab (berkultur). Psikologi umum berusaha mencari dalil-dalil yang bersifat umum dari kegiatan atau aktifitas-aktifitas psikis. Psikologi umum memandang manusia seakan-akan terlepas dari manusia lain (Walgito melalui Pipit Dwi Komariah, 1997: 19). Psikologi khusus adalah psikologi yang mempelajari dan menyelidiki segi-segi kekhususan dari aktifitas-aktifitas psikis manusia.
Psikologi khusus terdiri atas psikologi kepribadian, psikologi perkembangan, dan psikologi sosial. Berikut penjelasannya:
1.      Psikologi Kepribadian
Psikologi kepribadian adalah psikologi yang membahas kepribadian secara utuh. Psikologi kepribadian mempelajari seluruh pribadi manusia, bukan hanya pikiran atau perasaannya saja tetapi juga kehidupannya secara keseluruhan sebagai paduan antara kehidupan jasmani dan rohani (Sujanto melalui Pipit Dwi Komariah, 1986: 2). Pribadi itu dapat berubah, oleh karena itu pribadi manusia dapat dipengaruhi oleh sesuatu, sehingga sering ada usaha untuk membentuk pribadi atau mendidik pribadi anak.
2.      Psikologi Perkembangan
Psikologi perkembangan adalah psikologi yang membicarakan perkembangan manusia dari masa bayi sampai tua. Objek psikologi perkembangan adalah perkembangan manusia sebagai individu. Perkembangan psikologik merupakan suatu proses yang dinamik. Dalam proses tersebut sifat individu dan sifat lingkungan, akhirnya menentukan tingkah laku apa yang akan diaktualisasi dan dimanifestasi.
3.      Psikologi Sosial
Psikologi sosial adalah ilmu yang menguraikan dan menerangkan kegiatan-kegiatan manusia, khususnya kegiatan-kegiatan dalam hubungannya dengan situasi sosial. Situasi sosial ini adalah situasi yang di dalamnya terdapat interaksi atau hubungan timbal balik antar orang maupun antar orang dengan hasil kebudayaan orang. 

Hakikat Sosiologi Sastra


A.    Hakikat Sosiologi Sastra
Sosiologi sastra terdiri atas dua kata, yaitu sosiologi dan sastra. Menurut Soerjono Sukanto (1970), sosiologi adalah ilmu yang memusatkan perhatian pada segi-segi kemasyarakatan yang bersifat umum dan berusaha untuk mendapatkan pola-pola umum kehidupan masyarakat. Sedangkan sastra adalah kumpulan alat untuk mengajar, buku petunjuk atau buku pengajaran yang baik. Makna kata sastra bersifat lebih spesifik sesudaah terbentuk menjadi kata jadian, yaitu kesusastraan, artinya kumpulan hasil karya yang baik.
Sosiologi dan sastra memiliki objek kajian yang sama, yaitu manusia dalam masyarakat, memahami hubungan antar manusia dan proses yang timbul dari hubungan antar manusia tersebut dalam masyarakat. Bedanya, sosiologi melakukan telaah secara objektif dan ilmiah sedangkan sastra melakukan telaah secara subjektif dan personal.
Swingewood (1972), memandang adanya dua corak penyelidikan sosiologi yang mengunakan data sastra. Yang  pertama, penyelidikan yang bermula dari lingkungan sosial untuk masuk kepada hubungan sastra dengan faktor di luar sastra yang terbayang dalam karya sastra. Kedua, penyelidikan yang menghubungkan struktur karya sastra kepada genre dan masyarakat tertentu.
Sapardi Djoko Damono (1979), salah seorang ilmuwan yang mengembangkan pendekatan sosiologi sastra di Indonesia, bahwa karya sastra tidak jatuh begitu saja dari langit, tetapi selalu ada hubungan antara sastrawan, sastra, dan masyarakat. Oleh karena itu, pemahaman terhadap karya satra pun harus selalu menempatkannya dalam bingkai yang tak terpisahkan dengan berbagai variable tersebut: pengarang sebagai anggota masyarakat, kondisi sosial budaya, politik, ekonomi yang ikut berperan dalam melahirkan karya sastra, serta pembaca yang akan membaca, menikmati, serta memanfaatkan karya sastra tersebut.
B.     Karya Sastra dalam Perspektif Sosiologi Sastra
Sastra dianggap sebagai salah satu fenomena sosial budaya, sebagai produk masyarakat.  Pengarang, sebagai pencipta karya sastra adalah anggota masyarakat. Dalam menciptakan karya sastra, tentu dia juga tidak dapat terlepas dari masyarakat tempatnya hidup, sehingga apa yang digambarkan dalam karya sastra pun sering kali merupakan representasi dari realitas yang terjadi dalam masyarakat. Demikian juga, pembaca yang menikmati karya sastra. Pembaca pun merupakan anggota masyarakat, dengan sejumlah aspek dan latar belakang sosial budaya, poltik, dan psikologi yang ikut berpengaruh dalam memilih bacaan maupun memaknai karya yang dibacanya.
Bertolak dari hal tersebut, maka dalam perspektif sosiologi sastra, karya sastra antara lain dapat dipandang sebagai  produk masyarakat, sebagai sarana menggambarkan kembali (representasi) realitas dalam masyarakat. Sastra juga dapat menjadi dokumen dari realitas sosial budaya, maupun politik yang terjadi dalam masyarakat pada masa tertentu. Di samping itu, sastra juga dapat menjadi sarana untuk menyampaikan nilai-nilai ataupun ideologi tertentu pada masyarakat pembaca. Bahkan, sastra juga sangat mungkin menjadi alat melawan kebiadaban atau ketidakadilan dengan mewartakan nilai-nilai yang humanis. Uraian berbagai macam varian sosiologi sastra pada bab berikutnya, akan menjelaskan berbagai macam perspektif sosiologi sastra dalam memandang keberadaan karya sastra.

Sunday, April 21, 2013

Alih Aksara dan Alih Bahasa Naskah Syair Selindung Delima


Halaman Pertama
Halaman Kedua
A.    Tahap Pengumpulan Data


Naskah berjudul ”Syair Selindung Delima”. Naskah asli Syair Selindung Delima berada di Universitas Leiden, Belanda.  Naskah ini ada sejak tahun 1850, berarti naskah ini berumur 163 tahun. Mikro film naskah ini berada di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Metode yang dipakai dalam pengumpulan naskah ini adalah metode lapangan. Naskah didapat dari ketua kelas prodi Sastra Indonesia Reguler BP 2010, ketua kelas mendapat naskah dari dosen pengampu mata kuliah Metode Penelitian Kesusasteraan Prof. Dr. Hasanudin WS.
B.     Tahap Pengolahan Data
1.      Nomor Kode Naskah
Nomor kode naskah Syair Selindung Delima tidak diketahui.
2.      Judul Naskah
Judul naskah ini adalah Syair Selindung Delima.
3.      Ukuran Naskah
Berdasarkan naskah fotokopi, naskah ini terdiri atas dua halaman. Halaman pertama berukuran 15x20 cm. Halaman kedua juga berukuran 15x20 cm.
4.      Keadaan Naskah
Keadaan naskah terdapat bercak-bercak kecil berwarna hitam.
5.      Jumlah Halaman
Naskah ini terdiri atas 2 halaman.
6.      Jumlah Baris Tiap Halaman
Halaman pertama naskah ini terdiri atas 42 baris. Halaman kedua terdiri atas 31 baris.
7.      Huruf yang Digunakan
Huruf yang digunakan dalam naskah ini adalah huruf Arab Melayu.
8.      Keadaan Tulisan
Tulisan dalam naskah ini kurang rapi. Sangat sulit dibaca. Banyak terdapat kata-kata yang tidak jelas.
9.      Bahasa
Bahasa dalam naskah ini adalah bahasa Melayu dan bahasa Minangkabau.
10.  Kolofon
11.  Garis Beras Isi Teks
C.    Tahap Transkripsi
Transkrip naskah Syair Selindung Delima:
1.      Halaman Pertama
bismillah itu suatu riwayat
orang dahulu empunya hikayat
crita ini suatu subahat
kata yang sungguh jua tersurat
saya membuat suatu surat
saya pun kecil kurang pendapat
dari pada suratan banyak nan sesat
jikalau terdorong sulik bakata
beribu ampun yang dakang

hendak di ampuni dosa beta
ya illahi robbil inzati
tolong syafaat hamba ini
susah sungguh didalam hati
duduk sengsara petang dan pagi
di nagari barau barau ka berdagang
tiadalah buliah berhenti sanang
sejak dari mulai kecil sampai kan gadang
begitulah nasib dagang yang surang
patik menyurat orang terbuang
dari pada kawan sekalian urang
sulik nan  jangkal ... urang
mintalah mamakdagang surang
sekalian orang habis mereka
dikenal adat
datang sesat ada yang sesal
dari pada itu tawaran banyak
ya ilahi tuhan ku rahim
tolong syafaat hamba mu yatim
saya pun miskin anak yang zalim
tolong tolongan tuhan ku rahim
seorang raja pada zamannya
bandar pirusnya nagarinya
kerajaan besar tiada antaranya
beberapa nagari takluk kepadanya
baginda bernama dewa pari
berputra dua seorang laki laki
yang perempuan bernama sari baharian
ayah dan bunda sangatlah kasian
2.      Halaman Kedua
sesekalinya rakyatnya lalu melihatnya
bandar pirus terlalu rami
baralek raja dengan sutan
pergi menempuh akan pekerjaan
berapa pula emas dan intan
kepada dewa laksana dicariknya
sudahlah selesai semuanya pelarian
bermohon pulang rakyat sekalian
setengah hati sari banian
malihat anak ke dua berkasihan
rami nagari bukan kepalang
suara keras banyak tiada ...
beberapa kapalnya ...
paniknya murah bukan kepalang
masuk pagi keluarnya patang
rajanya adil bukan kepalang
sekalian rakyat habislah sayang
nagari tuan rami senang
kakak baginda dalam istana
.... dalam nagari parus pada.... batuk kerikil pada hari selasa pukul 12 dan pada 16 hari bulan ramadhan dek pada ketika nabi kita muhammad salallahualaihi wasallam seribu dua ratus enam puluh tujuh

Latar Belakang Pragmatik


1.      Latar Belakang Pragmatik
Pragmatik mulai populer pada tahun 1970-an. Yang pertama mencetuskan pragmatik dalam pengajaran bahasa adalah Santo Agustinus pada abad ke-4. Pada tahun 1955, Oller Sr mencoba menulis sebuah buku pelajaran bahasa Spanyol dengan menggunakan pendekatan pragmatik.
Pada tahun 1970-an, pragmatik diperkenalkan di Amerika Serikat oleh Austin (1962) dan Searle (1969). Sejalan dengan perkembangan pragmatik, muncullah seminar pengajaran bahasa Council of Europe di Perancis tahun 1971.
Perkembangan belajar bahasa tidak dapat diatur begitu saja dari tahapan yang satu ke tahapan lainnya, karena perkembangan proses belajar bahasa bukanlah sama bagi semua siswa. Dengan demikian, perlu pemahaman mendalam terhadap kebutuhan dan daya serap siswa dalam proses belajar mengajar. Pendapat inilah yang akhirnya didukung oleh pakar-pakar sosiolinguistik, khususnya Dell Hymes (1967, 1972), yang akhirnya melahirkan apa yang disebut dengan pendekatan pragmatik.
2.      Perkembangan Pragmatik di Indonesia
Pendekatan pragmatik sebelumnya sudah diterapkan dalam dunia pengajaran di Indonesia melalui jalur informal dan nonformal. Melalui jalur informal, yaitu guru-guru menggunakan bahasa Indonesia dalam mata pelajaran lain. Melalui jalur nonformal, yaitu penggunaan bahasa Indonesia diluar sekolah.
Berdasarkan hasil kedua jalur itulah diperlukannya penerapan pendekatan pragmatik lewat jalur formal, yaitu penyajian bentuk dan bahan pembelajaran serta penjelasan guru dan latihan memakainya dalam mata pelajaran bahasa Indonesia itu sendiri.

Kesantunan Berbahasa


         Kesantunan berbahasa adalah kesopanan dan kehalusan dalam menggunakan bahasa ketika berkomunikasi melalui lisan maupun tulisan. Bahasa yang digunakan penuh dengan adab tertib, sopan santun dan mengandungi nilai-nilai hormat yang tinggi.
Brown dan Levinson mengartikan kesantunan sebagai melakukan tindakan yang mempertimbangkan perasaan orang lain yang didalamnya memperhatikan positif face (muka positif) yaitu keinginan untuk diakui dan negatif face (muka negatif) yaitu keinginan untuk tidak diganggu dan terbebas dari beban. Kebutuhan muka dianggap berlaku dalam seluruh tataran budaya dimana muka dirumuskan sebagai sesuatu yang dapat hilang, perlu dijaga, atau perlu didukung. Asumsi yang mendasari teori ini adalah bahwa muka secara terus-menerus berada dalam kondisi beresiko karena segala bentuk tindakan berbahasa yang disebut  face threatening act  – FTA (tindakan mengancam muka) yang mempunyai fungsi menghubungkan penutur dengan lawan tutur dipandang sebagai ancaman bagi lawan bahasa. Oleh karenanya segala tindakan mengancam muka tersebut harus dinetralkan dengan menggunakan dosis kesantunan yang tepat. Tepatnya, kesantunan dipahami sebagai dasar dalam menghasilkan suatu tatanan sosial.dan merupakan alat untuk memperlancar interaksi.
2.      Strategi Kesantunan
Brown dan Levinson (1987:60) mengidentifikasi empat strategi kesantunan atau pola perilaku umum yang dapat diaplikasikan penutur yaitu:
1.      Bald-on Record Strategy (tanpa strategi)
Dengan strategi ini penutur tidak melakukan usaha apapun untuk meminimalisir ancaman bagi muka lawan tutur atau untuk mengurangi akibat dari tindakan yang mengancam muka. Strategi seperti ini akan mengakibatkan lawan tutur merasa terkejut, malu dan tidak nyaman.
2.      Positive Politeness Strategy (strategi kesantunan positif/keakraban)
Strategi ini digunakan untuk menunjukkan keakraban kepada lawan tutur yang bukan orang dekat penutur. Untuk memudahkan interaksinya, penutur mencoba memberi kesan senasib dan seolah-olah mempunyai keinginan yang sama dengan lawan tutur dan dianggap sebagai keinginan bersama yang memang benar-benar diinginkan bersama pula. Strategi ini ditujukan langsung kepada muka positif lawan tutur supaya keinginan penutur  dianggap sebagai keinginan bersama antara penutur dengan lawan tutur.
3.      Negative Politeness Strategy (strategi kesantunan negatif/formalitas)
Strategi kesantunan negatif adalah tindakan yang dilakukan untuk menebus muka negatif lawan tutur dan keinginan penutur untuk terbebas dari beban dengan maksud agar tindakan dan maksudnya tidak terganggu dan tidak terkendala. Tindakan ini tidak lain adalah dasar dari perilaku menghargai, yang terdapat pula pada strategi kesantunan positif. Bedanya strategi ini lebih spesifik dan lebih terfokus karena penutur menampilkan fungsi-fungsi penunjang untuk meminimalisir beban tertentu sebagai sesuatu yang tidak bisa dihindarkan oleh lawan tutur. Fokus utama pemakaian strategi ini adalah dengan mengasumsikan bahwa penutur kemungkinan besar memberikan beban atau gangguan kepada lawan tutur karena telah memasuki daerah lawan tutur. Hal ini diasumsikan bahwa ada jarak sosial tertentu atau hambatan tertentu dalam situasi tersebut.


4.      Off-record Politeness Strategy (strategi tidak langsung atau tersamar)
Strategi ini direalisasikan dengan cara tersamar dan tidak menggambarkan maksud komunikatif yang jelas. Dengan strategi ini penutur membawa dirinya keluar dari tindakan dengan membiarkan lawan tutur menginterpretasikan sendiri suatu tindakan. Strategi ini digunakan jika penutur ingin melakukan tindakan mengancam muka namun tidak ingin bertanggung jawab atas tindakan tersebut.
3.      Konteks Kesantunan Berbahasa
1.      Konteks Situasi
Karena kesantunan merupakan fenomena pragmatik, maka ia dipengaruhi oleh konteks. Terdapat dua konteks situasi yang memengaruhi cara kita membuat permintaan. Pertama, tingkat paksaan, dan peraturannya adalah “semakin tinggi tingkat pembebanan yang dikandung sebuah ujaran, semakin tidak langsung sebuah ujaran tersebut”.
2.      Konteks Sosial
Pilihan atas formulasi kesantunan tergantung pada jarak sosial dan kekuasaan diantara kedua pihak. Apabila terdapat jarak sosial, kesantunan dikodekan dan terdapat banyak ketidaklangsungan ujaran. Ketika jarak sosial berkurang, berkurang pula negative politeness dan ketidaklangsungan. Variabel yang menentukan jarak sosial adalah tingkat keakraban, perbedaan status, peran, usia, gender, pendidikan, kelas, pekerjaan dan etnisitas.
3.      Konteks Budaya
Dapat dikatakan bahwa kesantunan dan bahasa bersifat terikat oleh budaya setempat.

Friday, March 15, 2013

Ungkapan Tradisional (peribahasa) Desa Panca Mulya Kecamatan sungai Bahar Kabupaten Muaro Jambi Provinsi Jambi


LEMBARAN PENCATATAN DAN PANDUAN WAWANCARA
PENGUMPULAN DATA SASTRA LISAN

                                    Ciri media rekaman : Audio
                                                                        Ciri salinan: Blackberry Davis 9220    

n  I.  Judul sastra lisan                   : Ungkapan Tradisional (Peribahasa)
l  Genre                                         : Foklor Sebahagian Lisan
l  Daerah Asal                               : Desa Panca Mulya, Kecamatan Sungai
                                                    Bahar, Kabupaten Muaro Jambi, Pro
                                                    vinsi Jambi
                            
l  Suku Bangsa/ Suku pemilik       : Indonesia/Melayu Jambi

n   II. Pencerita/Informan
l  Nama                                         : Imam (Informan 1)
l  Tempat, tanggal lahir                 : Desa Panca Mulya, 20-07-1972
l  Jenis kelamin                             : Laki-laki
l  Pekerjaan                                   : Petani
l  Suku bangsa/suku                      : Melayu Jambi
l  Bahasa yang dikuasai                : Bahasa Jambi
l  Tempat perekaman                    : Di Rumah Informan
l  Tanggal perekaman                    : 29 Februari 2013

n   III. Keterangan tentang lingkungan penceritaan
l  Dari siapakah, di mana, dan kapan, pencerita menerima sastra lisan itu?
Menurut informan peribahasa itu didapat dari orangtuanya. Peribahasa itu didapat secara turun temurun dari nenek moyang.
l  Pada kesempatan apa sastra lisan itu diceritakan?
Menurut informan, kesempatan sastra lisan itu diceritakan ketika informan telah melakukan perbuatan yang dianggap salah, kemudian diberi nasehat dan nasehat itu diantaranya terdiri dari peribahasa.
l  Untuk maksud apa dan oleh siapa sastra lisan itu diceritakan?
Menurut informan sastra lisan itu dimaksudkan untuk memberi nasehat dan mengingatkan.
l  Kepada siapa sastra lisan itu diceritakan?
Sastra lisan itu diceritkan kepada seluruh anggota keluarga.
l  Bagaimana suasana penceritaan?
Suasana penceritaan sangat santai. Informan terasa bersahabat dengan peneliti.

n  IV. Pendapat/Opini

l  Bagaimana pendapat/opini pencerita terhadap sastra lisan itu?
Menurut informan, peribahasa itu sangat bermanfaat bagi perilaku seseorang. Peribahasa itu harus dilestarikan dan diturunkan kepada anak cucu agar anak cucu bisa menjadikan peribahasa sebagai pedoman yang bisa menjadikan sikap dan perilakunya baik, juga agar keberadaan peribahasa itu tidak hilang.
l  Bagaimana pendapat/opini pengumpul data?
Peribahasa itu bermaanfaat bagi seseorang. Karna berisi nasihat-nasihat yang berguna bagi perilaku seseorang.
l  Mengapa mereka berpendapat demikian?
Karena mereka bisa mendapat pelajaran dari peribahasa-peribahasa tersebut. Patut bila peribahasa itu diyakini kebenarannya dan manfaatnya bagi sikap dan perilaku.
n  V. Pengumpul data
l  Nama                             : Tatit Hari Pamungkas
l  Tempat, tanggal lahir     : Desa Panca Mulya, 27-08-1991
l  Jenis kelamin                 : Laki-laki
l  Alamat                           : Desa Panca Mulya, Kecamatan Sungai Bahar,
                                        Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi.

LEMBARAN PENCATATAN DAN PANDUAN WAWANCARA
PENGUMPULAN DATA SASTRA LISAN
                                                         Ciri media rekaman: Audio
                                                         Ciri salinan: Ponsel Blackberry Davis 9220 

n  I.  Judul sastra lisan                   : Ungkapan Tradisional (Pribahasa)
l  Genre                                         : Foklor Sebahagian Lisan
l  Daerah Asal                               : Desa Panca Mulya, Kecamatan Sungai
                                                    Bahar, Kabupaten Muaro Jambi, Pro
                                                    vinsi Jambi
l  Suku Bangsa/ Suku pemilik       : Indonesia/Melayu Jambi

n   II. Pencerita/Informan
l  Nama                                         : Yopan Abas (Informan 2)
l  Tempat, tanggal lahir                 : Jambi, 2 Desember 1975
l  Jenis kelamin                             : Laki-laki
l  Pekerjaan                                   : Pedagang
l  Suku bangsa/suku                      : Melayu Jambi
l  Bahasa yang dikuasai                : Bahasa Jambi dan Bahasa Indonesia
l  Tempat perekaman                    : Di toko informan
l  Tanggal perekaman                    : 29 Februari 2013

n   III. Keterangan tentang lingkungan penceritaan
l  Dari siapakah, di mana, dan kapan, pencerita menerima sastra lisan itu?
Menurut informan, ia sudah mendapatkan ungkapan tradisional ini sejak kecil, yaitu sekitar umur 10-11 tahun. Ia mendapatkannya dari bapak dan ibu informan juga dari orang-orang tua lain yang bermukim di sekitar tempat tinggal informan.
l  Pada kesempatan apa sastra lisan itu diceritakan?
Menurut informan, kesempatan sastra lisan itu diceritakan pada waktu informan sedang bermain atau bertemu dengan orang-orang tua pada saat informan masih kanak-kanak. Informan menceritakan bahwa ia semasa kecil termasuk anak yang nakal. Maka dari itu, informan sering diberi nasehat melalui  peribahasa oleh orang-orang tua dulu.
l  Untuk maksud apa dan oleh siapa sastra lisan itu diceritakan?
Menurut informan sastra lisan itu dimaksudkan supaya ia bisa bersikap baik dan benar. Sastra Lisan itu didapatkan dari orang-orang tua dulu.
l  Kepada siapa sastra lisan itu diceritakan?
Sastra lisan itu diceritkan kepada semua orang di daerah informan.
l  Bagaimana suasana penceritaan?
Suasana penceritaan pada waktu santai.
n  IV. Pendapat/Opini
l  Bagaimanaa pendapat/opini pencerita terhadap sastra lisan itu?
Informan percaya bahwa sastra lisan itu memang benar, karna informan sering menemui hal-hal atau kejadian seperti yang disampaikan oleh orang tua dulu.
l  Bagaimana pendapat/opini pengumpul data?
Menurut saya, sastra lisan itu benar, karna sikap informan saat ini tidak menunjukkan kenakalannya sebagaimana sikap informan dahulu. Hal ini menunjukkan bahwa sastra lisan yang diterima informan memang berguna bagi perbaikan sikap dan perilaku informan.
l  Mengapa mereka berpendapat demikian?
Informan berpendapat demikian karena informan merasakan betul kebenaran dari sastra lisan tersebut dengan hal-hal yang sering informan temui dalam kehidupan sehari-hari.
n  V. Pengumpul data
l  Nama                             : Tatit Hari Pamungkas
l  Tempat, tanggal lahir     : Desa Panca Mulya, 27-08-1991
l  Jenis kelamin                 : Laki-laki
l  Alamat                           : Desa Panca Mulya, Kecamatan Sungai Bahar,
                                        Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi

Transkripsi Ungkapan Tradisional (peribahasa) Desa Panca Mulya Kecamatan sungai Bahar Kabupaten Muaro Jambi Provinsi Jambi

1.      Buluh tuo menyesak kalau ditebang dak beguno.
2.      Elok cakap tengah berumbuk, buruk cakap serambi berumbuk.
3.      Jangan bepikir sekali sudah behemat sekali abis.
4.      Jatuh di tempat nan rato, anyut di arus nan tenang.
5.      Keruh aek di ilir prikso di ulunyo, senak aek di ulu prikso di muaronyo.
6.      Laksano kayu di dalam utan patah tumbuh ilang beganti.
7.      Macam narik benang dalam tepung, benang dak putus tepung dak teserak.
8.      Pandang aek pandanglah tubo pandang ikan nan kan binaso.
9.      Salah langkah kaki patah, salah jangkau tangan putus.
10.  Ukur mato angan diliat sajo, ukur telingo jangan didengar sajo, kurang sisik tunas menjadi, kurang siang rumput tumbuh.
11.  Orang kayo betabur urai, urang mulio betabur budi.
12.  Hendak balam padi rebah.
13.  Tonggak nan idak dapat digoyangkan, cermin besak nan idak kabur.
14.  Tebing runtuh tepian beranak, tanjung putus teluk beralih.
15.  Patah lidah utang tumbuh, patah keris badan binaso.

Transletrasi Ungkapan Tradisional (peribahasa) Desa Panca Mulya Kecamatan sungai Bahar Kabupaten Muaro Jambi Provinsi Jambi
1.      Buluh tuo menyesak kalau ditebang dak beguno (buluh tua pecah-pecah kalau ditebang tidak berguna lagi)
Artinya: orang yang banyak berbuat kesalahan tidak bisa dipercaya lagi.
2.      Elok cakap tengah berumbuk, buruk cakap serambi berumbuk (bagus berbicara tengah berembuk, jelek berbicara serambi berembuk).
Artinya: setiap perkara jangan dihadapi sendiri, sebaiknya dirembukkan dengan pihak lain.
3.      Jangan bepikir sekali sudah behemat sekali abis (jangan berpikir satu kali sudah berhemat satu kali habis).
Artinya: Tidak baik mengambil keputusan dengan sekali piker. Orang harus brhati-hati mengambil keputusan.
4.      Jatuh di tempat nan rato, anyut di arus nan tenang (jatuh ditempat yang rata, hanyut di arus yang tenang).
Artinya: orang kalau sudah merasa aman sering lengah, dan jika tiba-tiba terkena masalah, merasa sulit untuk mengatasinya.
5.      Keruh aek di ilir prikso di ulunyo, senak aek di ulu prikso di muaronyo (keruh air di hilir periksa di hulunya, dalam air di hulunya periksa di muaranya).
Artinya: Usut semua kejadian dengan cermat sambil meneliti tempat dan sebab terjadinya peristiwa itu.
6.      Laksano kayu di dalam utan patah tumbuh ilang beganti. (laksana kayu di dalam hutan patah tumbuh hilang berganti).
Artinya: semua orang diharapkan ikut menyiapkan dan bertanggung jawab terhadap lancarnya proses, serta membimbingnya denga berbagai macam keteladanan yang berguna.
7.      Macam narik benang dalam tepung, benang dak putus tepung dak teserak. (seperti menarik benang dalam tepung, benang tidak putus tepung tidak berserak).
Artinya: gambaran dari perselisihan yang harus diselesaikan dengan bijak, sehingg kedua belah pihak merasa tidak dirugikan.
8.      Pandang aek pandanglah tubo pandang ikan nan kan binaso. (pandang aek pandanglah tuba pandang ikan yang akan binasa).
Artinya: mencari jodoh hendaknya yang sebanding. Sebagaimana orang membuat racun dari tuba harus mengetahui dosis yang tepat agar ikan menjadi mabuk tetapi tidak sampai mati.
9.      Salah langkah kaki patah, salah jangkau tangan putus.
Artinya: bila perbuatan tidak sesuai dengan ketentuan akan mendatangkan kesulitan.
10.  Ukur mato jangan diliat sajo, ukur telingo jangan didengar sajo, kurang sisik tunas menjadi, kurang siang rumput tumbuh.(ukir mata jangan dilihat saja, ukur telinga jangan didengar saja, kurang petik tunas menjadi, kurang disiangi rumput tumbuh).
Artinya: berhati-hatilah dalam menafsirkan segala sesuatu agar tidak menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan.
11.  Orang kayo betabur urai, urang mulio betabur budi. (orang kaya bertabur emas, orang mulia bertabur budi).
Artinya: orang yang berjiwa mulia dapat memberikan kenikmatan batin kepada orang lain. Orang yang berbudi luhur selalu terbuka hatinya untuk memberikan bantuan baik berupa materi, nasihat atau pemikiran yang bermanfaat.
12.  Hendak balam padi rebah.(kehendak balam padi rebah).
Artinya: orang meminta selalu berharap keiinginannya dikabulkan tanpa dipersulit sedikit pun.
13.  Tonggak nan idak dapat digoyangkan, cermin besak nan idak kabur.(tonggak yang tidak dapat digoyangkan, cermin besar yang tidak kabur).
Artinya: melambangkan sifat terpuji yang harus dimiliki setiap pemimpin.
14.  Tebing runtuh tepian beranak, tanjung putus teluk beralih. (tebing runtuh tepian berpindah, tanjung putus teluk beralih).
Artinya: setiap kejadian selalu membawa perubahan.
15.  Patah lidah utang tumbuh, patah keris badan binaso. (patah lidah hutang tumbuh, patah keris badan binasa).
Artinya:  kelalaian akan mendatangkan kerugian.

Kategori Ungkapan Tradisional (peribahasa) Desa Panca Mulya Kecamatan sungai Bahar Kabupaten Muaro Jambi Provinsi Jambi

Peribahasa tersebut dibagi ke dalam berbagai kategori, yaitu:
1.      Peribahasa yang sesungguhnya
1.      Buluh tuo menyesak kalau ditebang dak beguno.
2.      Pandang aek pandanglah tubo pandang ikan nan kan binaso.
2.      Peribahasa yang tidak lengkap
1.      Elok cakap tengah berumbuk, buruk cakap serambi berumbuk.
2.      Jangan bepikir sekali sudah behemat sekali abis.
3.      Jatuh di tempat nan rato, anyut di arus nan tenang.
4.      Keruh aek di ilir prikso di ulunyo, senak aek di ulu prikso di muaronyo.
5.       Macam narik benang dalam tepung, benang dak putus tepung dak
teserak.
6.      Salah langkah kaki patah, salah jangkau tangan putus.
7.       Ukur mato angan diliat sajo, ukur telingo jangan didengar sajo, kurang
8.      sisik tunas menjadi, kurang siang rumput tumbuh.
9.      Orang kayo betabur urai, urang mulio betabur budi.
10.  Tonggak nan idak dapat digoyangkan, cermin besak nan idak kabur.
11.  Tebing runtuh tepian beranak, tanjung putus teluk beralih.
12.  Patah lidah utang tumbuh, patah keris badan binaso.
3.      Peribahasa Perumpamaan
1.      Laksano kayu di dalam utan patah tumbuh ilang beganti.